The Blindhead
Halo. Aku buta. Panggil aku Si Buta. Aku punya nama, tapi
saat ini aku akan sangat menghargainya apabila kau memanggilku Si Buta. Dengar,
akhir-akhir ini kebutaanku menjadi-jadi. Bayangkan sebuah warna hitam dan aku
hidup dikelilinginya. Aku yang sehari-hari sudah merasa gelap makin tenggelam
dan terus tenggelam dalam pekatnya hitam dan hampa. Tentunya aku sangat sedih,
aku sudah mencoba memberitahukan pada orang-orang di sekitarku. Siapa tahu
mereka berbaik hati mengantarkanku menanyakan pada dokter mata, “Mengapa dalam kebutaan aku masih merasa
jauh lebih buta?”
Entah berapa meter sudah aku merasa tenggelam dalam samudera
yang benar-benar hitam. Ini sangat mengerikan. Hanya aku kah yang mengalami
ini? Oh Tuhan. Aku buta dalam butaku.
Aku rindu cahaya. Nuur. Aku merindukan nuur. Aku lelah dalam gelapku. Letih
dalam hampaku. Berharap gelap ini sirna menjadi titik-titik kunang-kunang, lalu
berubah menjadi lentera yang menuntunku menemukan jalan setapak menuju bukit
lapang dengan sebuah sumber cahaya semesta, Matahari. Oh! Andaikan saja anganku
menjadi nyata.
Tuhan Si Buta memang Maha Baik. Maha Suci Dia ketika seekor
kunang-kunang mampir mendekati retina, entah apa yang ia lakukan hingga suatu
subuh kutemukan diriku terpesona pada cahaya seekor kunang-kunang. Jumlahnya
baru satu dan belum cukup terang, aku tahu suatu waktu kunang-kunang itu bisa
membawaku ke bukit lapang dengan sumber cahaya semesta. Tangan Si Buta
menggapai kunang-kunang, angan-angan. Tuhan,
aku tak mau buta lagi.
Komentar
Posting Komentar