Dalam Sebuah Perjalanan - Him
Ini dia kursiku. Rio duduk di kursi D, sementara aku memilih
kursi C. Nanti di Pasuruan mau langsung ke rumah Om Didit, gak usah calling biar surprise. Rio yang duduk di samping seorang gadis berkerudung
tampak tersenyum-senyum tidak jelas, aku tertawa melihatnya. Tampaknya dia
kurang nyaman duduk dengan banyak perempuan. Rio duduk di samping seorang gadis
berkerudung biru, di hadapannya seorang ibu dan putrinya yang berdampingan.
Aku menikmati perjalanan, ketika ponselku bergetar.
Arya calling…
“Hei Ar. Wes
kangen aku yo.” Kami berbincang
sejenak. Arya anak Om Didit yang sepantaran denganku. Kami sepakat membuat
kejutan kecil untuk Om Didit yang berulang tahun hari ini. Arya juga sempat
bercerita bahwa ia dan Tiara, pacarnya sudah putus beberapa hari lalu. Aku
tertawa, “Jomblo wes, gak bedo ambek aku.”
Setelah sambungan diputus, entah kenapa aku merasa ada yang
memerhatikanku. Benar, gadis yang duduk di sebelah Rio sedang menatap ke arahku
dengan pandangan aneh. Bukannya kepedean, aku tidak peduli kalau ada yang
memerhatikan. Toh aku tidak kenal dengannya.
Ia mengeluarkan tablet, kemudian senyum-senyum menatap layar
tablet. Aku mengalihkan pandangan. Bukan urusanku. Sawah hijau yang membentang
di kota Jember ini tampak seperti permadani empuk. Beberapa petani menghentikan
aktivitasnya sejenak, memandang ular besi yang kencang membelah persawahan.
Tatapan datar gadis itu kembali menerpaku. Datar, tanpa rona
apapun. Aku ganti memandangnya. Diam. Kami diam, tapi orang-orang di sekitar
kami saling berceloteh ramai. Ia melengos, kembali memainkan tabletnya. Aku
tidak peduli. Walaupun sedikit penasaran kenapa gadis itu menatapku aneh. Apa
ia pernah bertemu denganku? Sepertinya tidak. Baru sekali itu aku melihatnya.
Ibu-ibu di depan Rio dengan ramah menawarkan permen. Rio
mengambil sebungkus, aku tersenyum, menolak dengan halus.
Stasiun Kota Pasuruan. Ini dia destinasi kami, aku dan Rio.
Aku berdiri, mengemasi sebuah ransel kecil yang kupanggul. Rio ikut berdiri.
Kami akan turun di sini. Setelah mengangguk permisi ke beberapa penumpang, kami
turun. Menyusuri stasiun kota Pasuruan sambil bersiul. Cepat atau lambat,
sengaja tidak sengaja, aku akan lupa dengan sendirinya tentang apa yang terjadi
sepanjang perjalanan kami tadi. Tidak ada satupun yang berkesan. Tatapan aneh
gadis di samping Rio? Tidak, aku tidak peduli. Bisa jadi aku ge-er. Well, everything seems okay.
Komentar
Posting Komentar