Kiara Dewatra
Badmood menyerang
tokoh utama kita, Kiara Dewatra.
Kali ini Gilang
benar-benar menyebalkan. Saya pikir begitu setelah mengira-ngira suasana hati
Kiara. Gadis manis berdarah Denpasar itu hampir saja mengutuk pacarnya sendiri
menjadi kodok bedah saking menyebalkannya Gilang. Oh ya saya belum bilang ya?
Baru-baru ini Kiara ikut les bahasa Mandarin di dekat sekolah sebagai hukuman
dari Papa atas disitanya HP Kiara oleh guru kimia gara-gara tidak memerhatikan
pelajaran.
Sore itu Gilang
menawarkan diri dengan sedikit memaksa untuk menjemput pacarnya itu karena
suatu sebab yang tidak saya ketahui. Kiara akhirnya membolehkan Gilang setelah
minta izin Mama.
Ia sudah menunggu
satu setengah jam sementara Gilang sendiri sedang sibuk baca komik. Bagaimana
bisa dia lupa atas janji buatannya sendiri?
“Ki, maaf banget
Ki,” Gilang mengemudikan mobilnya menuju kompleks perumahan tempat tinggal
Kiara.
Kiara cemberut
luar biasa. Saya yakin Gilang begitu kaget melihat tampang Kiara. Yang jelas
kecantikan Kiara luntur berganti mendung hitam tebal. Begitu juga langit yang
saat itu langsung mengguyur Banten dengan derasnya.
“Oke-lah kamu
berhak marah sama aku,” Kata Gilang akhirnya setibanya di rumah Kiara. Tapi ia
sempat menahan tangan pacarnya. “Maaf ya Ki.”
Kiara menyipitkan
mata kemudian berujar, “Makasih ya udah jemput.” Kemudian tersenyum−atau menyeringai
saya juga kurang faham. Kemudian gadis itu menghilang. Bukan, bukan terbawa
angin atau terbang, ia sudah masuk rumahnya.
Saya yakin pikiran
Gilang saat itu adalah, “Semoga Kiara nggak badmood terlalu lama.” Yang
kemudian larut dalam deru mesin mobil yang melaju meninggalkan kediaman Kiara.
Gadis itu membuka
lemari es dan mengeluarkan satu cup Populaire stroberi. Kebetulan itu juga es
krim favorit saya sedari kecil tapi saya pilih rasa cokelat. Kemudian ia
mengambil gelas, dan menuangkan sekarton sari jeruk ke dalamnya. Sekotak corn
flakes untuk sarapan ia letakkan di samping gelas. Menyusul setoples sale pisang
Banyuwangi oleh-oleh dari Tante Hilda.
Ya ampun, inilah
yang saya dan Gilang takutkan. Kiara kalau badmood melampiaskannya pada
makanan. Jelas bukan kebiasaan yang baik. Ia ikut ekskul cheers yang
menuntutnya untuk menjaga pola makan dan proporsi badan. Kemarin ketua cheers,
Diana, sudah menegur Kiara supaya menjaga tubuhnya karena kompetisi cheers
provinsi akan segera digelar bulan depan. Bu Anggi wali kelas Kiara juga
kemarin menyapanya dengan, “Kiara Dewatra gendutan ya?” Mama Kiara sudah
menegur putri tunggalnya tersebut. Tapi saya yakin kalian sadar bahwa rumah
bernuansa kehijauan ini hanya dihuni Kiara. Mamanya sedang arisan dan sang Papa
masih berkutat dengan resep-resep pasien di apotiknya.
Kiara tidak
peduli. Mungkin beberapa sendok es krim, segelas sari jeruk dan beberapa suap
sale pisang plus beberapa keping corn flakes akan mengenyahkan badmood dengan
menelannya sekaligus. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala walaupun hati
rasanya ingin menegur. Saya tidak mau melanggar janji dengan mengajaknya
bicara, sekalipun sayalah yang membuatnya ada.
Pagi itu Mama sengaja benar memanggang roti gula bakar untuk sarapan anggota keluarganya. Papa dan Kiara
duduk menghadap meja. Mama sendiri menata roti di atas piring dan menyerahkan
garpu serta pisau.
“Ma, Rara kok
nggak dikasih corn flakes?” tanya Kiara pada sang ibu.
“Mama lihat kotak
sereal kamu di tempat sampah. Kamu pasti nyemil ya kemarin?” tebak Mama membuat
Kiara meringis malu. Wah ketahuan dia.
“Nyemil? Ingat
gula, Nak. Kamu memang masih remaja, tapi juga harus mulai waspada dengan kadar
gula. Papa tidak mau kamu kena diabetes.” Papa Kiara apoteker ahli, sudah tentu
beliau faham betul dengan kesehatan.
"Papa, pinjam koran." Kiara berusaha mengalihkan topik.
"Papa, pinjam koran." Kiara berusaha mengalihkan topik.
“Nah Papa baru mau suruh kamu baca. Coba kamu buka
bagian selebriti,” perintah sang ayah pada anak gadisnya yang sedikit tertegun. Tumben Papa suruh
Kiara buka selebriti dulu. Biasanya Kiara membaca bagian selebriti tanpa
disuruh. “Baca berita tentang Tom Hanks.”
“Tom Hanks? Kok
familiar ya?”
“Aktor yang main
film Angel and Demon yang dulu kita tonton di Denpasar itu bukan?” Mama
mengingatkan yang disambut anggukan Kiara. Saya harus bilang bahwa mama Kiara
ini penggemar film dan kebetulan hafal siapa bintang-bintang yang memperoleh
Oscar tiap kategori.
“Tom Hanks kena
diabetes jenis dua Ra. Ia mulai mengontrol makan dibantu istrinya bahkan mulai
meninggalkan kebiasaan makan pizza yang mengandung banyak kalori.” Papa
menjelaskan, “Di situ tertulis perkataan Tom Hanks, ‘Seandainya saya menjaga
berat badan sejak masih sekolah, pasti tidak seperti ini’.”
“Aku menjaga berat
badanku dengan ikut cheers Pa.” Sahut Kiara membela diri.
“Tapi setiap kali
kamu bete kamu selalu makan kan,” tebak Papa disambut imbuhan Mama. “Mana
frekuensi bete-mu itu lumayan sering lho, Nak. Gilang telat jemput bete. PR
ketinggalan bete. Nggak hafal koreografi bete juga. Nyari rok nggak nemu bete
lagi.”
Kiara menenggak
susu kedelainya, “Terus Rara harus gimana?”
“Kurangi bete-mu,
Sayang.” Kata Mama lembut. “Bete cuma memperjelek muka dengan membuatnya
terlihat tua. Menyuramkan hati juga. Ya kamu boleh bete sekali-kali. Tapi nggak
terlalu sering juga. Nanti cepat tua. Kamu kan masih SMA, sayang dong...”
“Kalaupun kamu
lagi bete, lampiaskan ke hal lain coba.” Papa memotong rotinya, “Misalnya kamu
suka nari. Nah coba bikin kreasi baru tari buat cheers-mu. Lumayan kan buat
inspirasi gerakan?”
“Kalo badmood kan
gak ada inspirasi, Pa. Mana bisa dapet ide?” Kiara mengeluh.
“Kamu kan belum
nyoba.”
“Atau coba ubah
camilan kamu dengan yang lebih sehat. Kemarin Mama dapet buku resep variasi
salad yang sehat dan rendah kalori. Kamu bisa praktek itu. Nah, kamu bisa pakai
sayuran-sayuran tanaman Mama di belakang rumah itu... Hitung-hitung bantu manen
dan hemat uang belanja.” Urai Mama.
Kiara merenung. Saya tahu apa yang ada dalam pikiran gadis itu.
PR-nya akhir-akhir ini menggunung. Sementara Diana minta untuk memperlama jam latihan demi perform mereka yang tak lama lagi. Rak pink tempat koleksi Teenlit-nya juga berantakan. Dan sweater rajutan, sudah lama Kiara nggak merajut. Menyelesaikan rajutan dan menghadiahkannya pada Bu Iin penjual roti pisang cokelat dekat sekolah, mungkin ide bagus.
Benar kata Papa, batin Kiara. Kali ini gadis itu sudah tak sabar untuk badmood lagi. Ia tahu apa yang harus dilakukan ketika badmood.
Komentar
Posting Komentar