Dear Hujan



Dear Hujan. Lama tak jumpa. Aku kangen padamu, kangen sekali. Suhu kamar yang turun beberapa derajat, payung terbuka, jas hujan yang berwarna-warni, cipratan air kubangan dari kendaraan yang lewat, yang paling kusuka, secangkir teh panas untuk menjaga tubuh tetap hangat. Aku benar-benar kangen padamu, Hujan.
Aku bersyukur sore ini kau datang, membungkus kota dengan rintik air langit. Jalanan basah, pun bunga dan dedaunan di pekarangan. Aroma air bercampur tanah menyeruak, astaga, ini hal ke-dua yang aku suka darimu, Hujan. Aromanya itu, benar-benar alami, natural, tanpa sentuhan iseng manusia. Aku bersyukur sore ini kau datang. Secangkir teh panas yang biasa kunikmati tiap sore memiliki rasa dan kesan yang berbeda kali ini. Walaupun teh celup yang kubeli tidak berbeda dengan teh celup kemarin-kemarin.
“Sophie, kamu di sini, sudah kuduga.” suara Luna mengusik lamunanku. Aku menoleh, menatapnya sejenak lalu kembali memandang jalanan yang basah.
“Iya, lagi hujan.” Jawabku.
Luna mengangguk-angguk. Ia sudah paham apa yang kulakukan bila hujan tiba. Merenung sambil menikmati suasana basah di balkon lantai dua rumah, dengan secangkir teh panas di meja balkon. Ada banyak hal yang bisa direnungkan. Aku tidak pernah bosan merenung di sini. Hujan membantuku menikmati suasana.
“Aku bikin bolu pandan. Celupin teh enak lho.” Ternyata di tangan Luna terdapat sepiring bolu pandan yang sudah dipotong sama rata.
“Wow, thanks Lun.” Aku mengambil sepotong, tanpa mencelupkannya ke teh kusuapkan makanan itu ke mulut. Enak. Akhir-akhir ini Luna rajin masak. Entah itu sekedar pasta atau spaghetti instan, milk shake vanilla, nastar, salad, atau cupcake, dan sore ini, bolu pandan.
Taste good?” Luna bertanya dengan raut muka harap-harap cemas.
“Mmm, manisnya pas Lun. Nice.” Pujiku.
Ia tersenyum, “Mau lagi?”
“Nggak, ntar lagi aja deh. Aku masih kenyang makan steak tadi.” Tolakku halus.
I see. Aku tidur ya. Hujan-hujan gini enaknya tidur. Ntar tolong jam 4 bangunin ya. Trims Soph.”
Kuseruput teh-ku. Nikmat. Kegiatan sesederhana ini mampu membuat otakku fresh. Aku memang sedang penat. Ini hari Jumat. Lima hari ini kerjaan di kantor bukan main menumpuk. Para novelis yang harus diingatkan dan ditagih tentang dead line minimal sehari 3x. Ke rumah Sasha Azalea, penulis lama novel dwilogi horror-romance untuk mengambil naskah. Desainer cover yang suka bergaya dandy, Kamga lagi sakit (sikunya retak setelah jatuh kepeleset di kamar mandi), harus cari pengganti, (Biasanya Dimas, Angeline atau Yudha). Meeting mendadak dengan big boss Ardian Senoputra yang lumayan bawel. Mengedit beberapa essay dan naskah yang sudah diserahkan padaku, semuanya ada 5 naskah. Well, ini hari pertama weekend, aku harus benar-benar menikmatinya.
Hujan masih menemaniku. Kujulurkan tangan, sengaja benar membuatnya basah oleh air yang jatuh dari atap. Aku jadi ingin hujan-hujanan. Dulu, waktu usiaku masih 5 tahun, aku suka sekali mengajak Luna keluar rumah untuk bermain hujan. Mama mengizinkan, tapi hanya di pekarangan. Biasanya habis hujan kami langsung berebut mandi air hangat. Setelah mandi, Mama akan mengajak kami berkumpul di meja makan, menikmati susu hangat dan biskuit, mengajak kami bercengkerama tentang teman, sekolah, apa saja. Atau sekadar diskusi apa yang mau dimasak besok, Mama pintar masak. Menyenangkan sekali.
“Sophie dan Luna mau dimasakin apa buat bekal besok?” Tanya Mama sambil menyisir rambut panjangku. Luna berambut pendek, ia lebih suka menyisir rambutnya sendiri, meskipun tidak serapi sisiran Mama.
Sandwich!” seru Luna. Aku menggeleng, “Kita sudah bawa sandwich dua hari lalu. Jangan sandwich.”
“Aku suka sandwich Mama kok. Wanda juga suka. Jadi kita harus bawa sandwich.” Wanda, teman dekat Luna semasa kecil. Tradisi dua gadis kecil teman sepermainan itu bertukar bekal tiap hari Senin dan Rabu, serta bertukar buah tiap Jumat.
“Tapi aku nggak mau sandwich lagi! Minggu depan aja sandwich! Aku mau sosis mie.” Tukasku.
Sandwich aja!”
“Sosis mie!”
“Sophie, Luna, kok ribut sih,” kata Mama melerai kami. “Luna tuh Ma, sandwich terus.”
“Biarin yeee. Sandwich ya Ma? Bawa bekal sandwich buat besok? Ya ya ya?”
“Masa sandwich lagi Ma? Sosis mie aja ya? Minggu ini kita belum pernah bawa sosis mie kan?”
“Ooh, jadi kalian maunya sandwich sama sosis mie? Ya udah daripada ribut terus lihat aja besok Mama bikini apa. Rahasia ya. Baru boleh dilihat di sekolah.”
Ternyata Mama membawakan sandwich isi sosis mie. Sosis digulung mie, di bawahnya selada dan tomat bertumpuk. Dua roti digunakan untuk menutup sisi atas dan bawah, jadilah sandwich isi sosis mie. Mama memang tiada duanya. Aku dan Luna puas dengan bekal kami, Wanda juga ketagihan.

Komentar

Postingan Populer