Sebelum Dua Puluh

Beberapa jam lagi kau akan mengalaminya (lagi). Untuk ke-19 kalinya dalam hidupmu. Itu pun jika Dia menghendaki waktu berpihak padamu. Jika tidak, kau tak punya hak untuk protes. Waktu bukan milikmu.

Mari kita lakukan kilas balik sejenak.

Ketika kau merasa tak ada yang lebih nyaman selain di rahim ibumu. Sebelum ruh Dia tiupkan padamu, kau adalah darah. Kau tak bernafas. Kau belum hidup. Kau tidak ada. Setelah mendapat sewaan nyawa untuk waktu yak tak kau tahu berapa, kau mulai bermain-main di dalam rahim ibumu. Menenang. Berputar-putar.

Di luar, ibu dan ayahmu sedang makan bakso. Ketika tiba-tiba perutnya sedemikian nyeri sehingga ayahmu lantas menelepon taksi dan membawa ibumu ke Rumah Sakit Islam Surabaya. Rupanya sudah waktumu keluar menghirup udara dunia. You'll never know, kau tidak akan mengingat bagaimana sari-sari makanan dalam tubuh ibumu kauserap, kau tidak akan pernah mengingat bagaimana rasanya hidup dalam tubuh orang lain, kau sekalipun tidak akan ingat bagaimana merdunya ayat al-Qur'an diperdengarkan khusus untukmu meski tidak secara langsung kau menyerapnya.

Ibumu menangis saat itu, ayahmu khawatir, lalu kau ikut menangis. Kukira kau menangisi ibumu yang harus mengejan sedemikian laranya, atau menangisi dunia yang tak seindah alam sebelum kau ada. Aku bisa melihat keringat ibumu, air mata yang jatuh dari netranya menatapmu yang bersimbah darah. Selamat datang di dunia, Nak. Ayahmu kemudian mendekapmu, menyuarakan azan seiring engkau berlindung di lengannya.

Hei, tunggu kenapa berkaca-kaca? Eh, kalau mau menangis tidak apa-apa. Aku siap mempukpuk seperti status terbarumu di Facebook. Hehehe.

Tampaknya kau tidak ingat kue tart pertamamu. Memorimu menukar-nukar, ulang tahun ke berapakah kau mengenakan baju kotak-kotak oranye putih dengan Winnie The Pooh di tengahnya, rambut dikuncir satu seperti Agnes. Suatu kesempatan 15 Desembermu kauhabiskan di sebuah pusat perbelanjaan, makan ayam kentucky sekeluarga, lanjut main di play ground sepuasnya. Saat masih mengenakan merah-putih, seorang wanita yang kaukenal sebagai tetangga tiba-tiba ke sekolah membawa sekeranjang roti yang dibagikan kepada seluruh anak sekelas, syukuran katanya. Adikmu mengusulkan kado mukena.

Siapkah kau menjalani tahun ke sembilan belasmu? Untuk menemui ribuan momen sampai ke dua puluh? Karena ini usia terakhirmu di kepala satu. Aku tidak berani berharap tengah malam nanti adalah milikmu.

Lay down your head and I'll sing you a lullaby
Back to the years of loo-li lai-lay
And I'll sing you to sleep and I'll sing you tomorrow
Bless you with love for the road that you go

May you sail fair to the far fields of fortune
With diamonds and pearls at your head and your feet
And may you need never to banish misfortune
May you find kindness in all that you meet

May there always be angels to watch over you
To guide you each step of the way
To guard you and keep you safe from all harm
Loo-li, loo-li, lai-lay

May you bring love and may you bring happiness
Be loved in return to the end of your days
Now fall off to sleep, I'm not meaning to keep you
I'll just sit for a while and sing loo-li, lai-lay

Loo-li, loo-li, lai-lay...



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer